Tuesday, December 19, 2006

Puisi Dian Oktaviani

Republika, Minggu, 17 Desember 2006

Sajak-sajak Dina Oktaviani

MIMPI BURUK
maut, aku tak mampu lagi
berlari dalam pengejaran ini
langkahmu membuatku gila
nafasmu menyakitiku
ini sungguh kekanak-kanakan!
di tengah kesunyian antara kau dan aku
pulangkan cinta yang butuh
kembalikan waktu yang lumpuh
dan begitulah kau mengalah
pada usia mudaku

KETIKA IBUMU TAKUT
aku tak bisa meninggalkanmu sekarang
tidurmu mengikat kegelisahan
kudengan matanya yang awas
tak ada siapa-siapa, tak ada lagi waktu
aku tak bisa mengajakmu serta
cuaca demikian buruk di luar sana
dan kau punya mimpimu sendiri

SEMESTAKU
di alam semesta
kukamu dingin
dan gelap adalah tuhan
jika kita bertemu
cinta harus membantuku bernafas
pelan-pelancinta
harus membantuku bunuh diri

MY FAVORITE PATH
lorong gelap, lorong impian
kutempat seluruh rasa takut tumbuh bebas
tempat setiap bayangan demikian nyata
di atas hujan yang belum pernah berhenti
sejak kutinggalkan pekarangan
di atas tangis anakku yang belum kering
ketika kututup pintu kamarnya yang jauh
di atas punggungku yang remuk
dan tak ada cukup uang selain pada rencana
di atas mimpiku yang jauh, tinggi, dan ditinggalkan
di atas segalanya, aku seorang seniman
maka kumasuki kamu dari malam ini

LORONG
dalam hidupku
aku akan menangisi bagian ini
ketika datang cinta yang baik
dan masih aku merasa berjalan-jalan
di lorong yang gelap
sendirian
menatap segala ihwal yang muncul di pikiranku
seperti pintu-pintu yang tak akan menyelamatkanku
dari apa pun
Tuhanku, musuh yang paling setia
apakah kau akan menghukumku karena cinta ini atau masa laluku

Dina Oktaviani lahir di Tanjungkarang, Bandar Lampung, 11 Oktober 1985. Menulis puisi dan cerpen. Sajak-sajaknya pernah dimuat Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Republika, Lampung Post, Sumatera Post dan BlockNot Poetry Jogjakarta. Juga dalam beberapa antologi bersama. Buku puisinya yang telah terbit adalah Biografi Kehilangan (InsistPress, 2006). Buku cerpennya, Como Un Sueno (Penerbit Orakel, 2005). Saat ini tinggal di Yogyakarta.

Monday, October 30, 2006

"SUJUD" Puisi Gus Mus

Bagaimana kau hendak bersujud pasrah, sedang
Wajahmu yang bersih sumringah,
Keningmu yang mulia dan indah begitu pongah
Minta sajadah agar tak menyentuh tanah
Apakah kau melihatnya seperti iblis saat menolak
Menyembah bapamu dengan congkak
Tanah hanya patut diinjak, tempat kencing dan berak,
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya lahan pemanjaan nafsu serakah dan tamak
Apakah kau lupa bahwa
tanah adalah bapa dari mana ibumu dilahirkan
Tanah adalah ibu yang menyusuimu dan memberi makan
Tanah adalah kawan yang memelukmu dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang menuju keabadian
Singkirkan saja sajadah mahalmu
Ratakan keningmu
Ratakan heningmuTanahkan wajahmu
Pasrahkan jiwamu
Biarlah rahmat agungAllah membelaimu dan
Terbanglah kekasih.

"DOA" Puisi Chairil Anwar

(kepada pemeluk teguh)
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut namaMu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
cayaMu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi

Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk

Tuhanku
aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
di pintuMu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

13 November 1943